Bio Fungisida Dari Kulit Limbah Kapuk
>> Jumat, 20 Juni 2014
Kulit kapuk randu di Desa Karaban, Kecamatan Gabus, Pati menjadi
barang sepele. Jumlahnya yang melimpah menjadikan limbah itu dibuang sia-sia.
Namun hasil penelitian, kulit kapuk mendapat predikat juara di ajang internasional.
Adalah siswi SMA PGRI 2 Kayen, Pati, Apriliani Sofa Marwaningtyas, yang menjadi inspirator. Penelitian sederhananya tentang kulit kapuk mampu menunjukkan kepada dunia, bahan yang selama ini kurang bernilai menjadi bermanfaat di bidang pertanian. Para ahli yang menjadi juri dalam event Mostra Internacional De Ciencia Tecnologia (Mostratec) Ke-28 di Novo Hamburgo-RS, Brazil, terkesan dengan hasil penelitian siswi kelas XII itu.
Dara kelahiran 21 April 1997 ini berhasil mengembangkan abu kulit kapuk menjadi biofungisida. Pestisida hayati ini berfungsi untuk mengendalikan penyakit tanaman, khususnya yang disebabkan jamur (fungi). Pelajar asal Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Pati, itu memiliki rasa igin tahu terhadap berbagai hal. Upaya keras mengungkap sesuatu yang bernilai tinggi di balik bahan yang dianggap sepele masyarakat terus dilakukan dengan pendampingan guru Moh Rouf SPd MSi.
Prestasinya meningkat seiring diraihnya penghargaan juara I dari 13 kategori Biologia Celular e Molucular Micro Biologia berkait biofungisida dari abu kulit kapuk. Itu merupakan event sains internasional yang diikuti 40 negara di dunia dengan 500 peserta, termasuk dari Amerika Serikat dan Inggris.
Selain SMA PGRI 2 Kayen, Indonesia juga mengirim dua sekolah lain untuk berkompetisi di Brazil pada 20-25 Oktober lalu, yaitu SMA Karisma Bangsa Banten dan SMA Sumatera Selatan (Sampoerna Academy). Namun, April yang membawa bendera SMA PGRI 2 Kayen mendapat perhatian khusus.
Menurutnya, juri tercengang dengan pengembangan biofungisida hasil penelitiannya. Mengingat, kapuk randu yang merupakan tanaman asal Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Karibia bukan saja dimanfaatkan kapuknya saja untuk bahan baku kasur. Karena kapuk randu yang banyak di Brazil sejauh ini masih sebatas untuk produksi kapuk semata dan belum menyentuh pemanfaatan limbahnya.
Bio fungisida yang dikembangkan siswi SMA PGRI 2 Kayen memiliki nilai lebih karena mengoptimalkan potensi lokal dengan memanfaatkan limbah kapuk yang banyak ditemukan di Desa Karaban, Kecamatan Gabus. Tidak sulit mendapati bahan buangan itu di sentra industri kapuk yang cukup dikenal di Indonesia.
Selain itu, biofungisida, yang merupakan jenis pestisida dari organisme tertentu untuk mengendalikan penyakit karena jamur pada tanaman saat ini sangat dibutuhkan. Mengingat bahan tersebut bersifat organik, mudah didapat, dan ramah lingkungan. ”Total limbah kapuk yang dihasilkan di daerah Karaban dalam satu bulan bisa mencapai 150 ton dalam bentuk klothok (kulit kapuk-red). Sayangnya limbah itu menjadi tak bernilai jika hanya dibuang begitu saja,” ujar April.
Selain memiliki nilai manfaat tinggi, biofungisida dari kulit kapuk ini juga relatif murah. Satu karung bahan utama, yakni abu kulit kapuk hanya seharga Rp 10 ribu. Dari dua kilogram abu dapat menghasilkan setengah kilogram bio fungisida yang cukup disemprotkan di lahan pertanian seluas seperempat hektare. Adapun biaya pembuatan antara Rp 15 ribu- Rp 20 ribu. Menurut guru pembimbing April, Moh Rouf, bio fungisida itu belum banyak ditemui di pasaran. Kalau pun ada, harganya berkisar Rp 60 ribu untuk lahan seluas seperempat hektare. Biofungisida ini dapat membantu petani karena menekan biaya penghilangan jamur tanaman, terutama cabai yang kerap ditemukan jamur. Hasil penelitian itu dapat dikembangkan lebih besar untuk kepentingan kemajuan pertanian di Tanah Air.
Kepala SMA PGRI 2 Kayen Surata mengemukakan, sebelum ke Brazil, biofungisida itu pernah dilombakan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2012 yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Hasil penelian oleh dewan juri dari ITB, IPB, UI, dan ITS cukup unik dan memiliki nilai sehingga dinobatkan sebagai penelitian terbaik ketiga.
Atas prestasi itu, April ingin lebih mendalami bidang ilmu pengetahuan terapan, seperti biologi dan fisika. Meskipun banyak tawaran dari sejumlah perguruan tinggi kenamaan di Indonesia, namun putri pasangan Muhammad Zaelani dan Sudarni ini memiliki obsesi kuliah di luar negeri. ”Saya ingin menjadi dosen.”
Read more...
Namun hasil penelitian, kulit kapuk mendapat predikat juara di ajang internasional.
Adalah siswi SMA PGRI 2 Kayen, Pati, Apriliani Sofa Marwaningtyas, yang menjadi inspirator. Penelitian sederhananya tentang kulit kapuk mampu menunjukkan kepada dunia, bahan yang selama ini kurang bernilai menjadi bermanfaat di bidang pertanian. Para ahli yang menjadi juri dalam event Mostra Internacional De Ciencia Tecnologia (Mostratec) Ke-28 di Novo Hamburgo-RS, Brazil, terkesan dengan hasil penelitian siswi kelas XII itu.
Dara kelahiran 21 April 1997 ini berhasil mengembangkan abu kulit kapuk menjadi biofungisida. Pestisida hayati ini berfungsi untuk mengendalikan penyakit tanaman, khususnya yang disebabkan jamur (fungi). Pelajar asal Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Pati, itu memiliki rasa igin tahu terhadap berbagai hal. Upaya keras mengungkap sesuatu yang bernilai tinggi di balik bahan yang dianggap sepele masyarakat terus dilakukan dengan pendampingan guru Moh Rouf SPd MSi.
Prestasinya meningkat seiring diraihnya penghargaan juara I dari 13 kategori Biologia Celular e Molucular Micro Biologia berkait biofungisida dari abu kulit kapuk. Itu merupakan event sains internasional yang diikuti 40 negara di dunia dengan 500 peserta, termasuk dari Amerika Serikat dan Inggris.
Selain SMA PGRI 2 Kayen, Indonesia juga mengirim dua sekolah lain untuk berkompetisi di Brazil pada 20-25 Oktober lalu, yaitu SMA Karisma Bangsa Banten dan SMA Sumatera Selatan (Sampoerna Academy). Namun, April yang membawa bendera SMA PGRI 2 Kayen mendapat perhatian khusus.
Menurutnya, juri tercengang dengan pengembangan biofungisida hasil penelitiannya. Mengingat, kapuk randu yang merupakan tanaman asal Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Karibia bukan saja dimanfaatkan kapuknya saja untuk bahan baku kasur. Karena kapuk randu yang banyak di Brazil sejauh ini masih sebatas untuk produksi kapuk semata dan belum menyentuh pemanfaatan limbahnya.
Bio fungisida yang dikembangkan siswi SMA PGRI 2 Kayen memiliki nilai lebih karena mengoptimalkan potensi lokal dengan memanfaatkan limbah kapuk yang banyak ditemukan di Desa Karaban, Kecamatan Gabus. Tidak sulit mendapati bahan buangan itu di sentra industri kapuk yang cukup dikenal di Indonesia.
Selain itu, biofungisida, yang merupakan jenis pestisida dari organisme tertentu untuk mengendalikan penyakit karena jamur pada tanaman saat ini sangat dibutuhkan. Mengingat bahan tersebut bersifat organik, mudah didapat, dan ramah lingkungan. ”Total limbah kapuk yang dihasilkan di daerah Karaban dalam satu bulan bisa mencapai 150 ton dalam bentuk klothok (kulit kapuk-red). Sayangnya limbah itu menjadi tak bernilai jika hanya dibuang begitu saja,” ujar April.
Selain memiliki nilai manfaat tinggi, biofungisida dari kulit kapuk ini juga relatif murah. Satu karung bahan utama, yakni abu kulit kapuk hanya seharga Rp 10 ribu. Dari dua kilogram abu dapat menghasilkan setengah kilogram bio fungisida yang cukup disemprotkan di lahan pertanian seluas seperempat hektare. Adapun biaya pembuatan antara Rp 15 ribu- Rp 20 ribu. Menurut guru pembimbing April, Moh Rouf, bio fungisida itu belum banyak ditemui di pasaran. Kalau pun ada, harganya berkisar Rp 60 ribu untuk lahan seluas seperempat hektare. Biofungisida ini dapat membantu petani karena menekan biaya penghilangan jamur tanaman, terutama cabai yang kerap ditemukan jamur. Hasil penelitian itu dapat dikembangkan lebih besar untuk kepentingan kemajuan pertanian di Tanah Air.
Kepala SMA PGRI 2 Kayen Surata mengemukakan, sebelum ke Brazil, biofungisida itu pernah dilombakan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2012 yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Hasil penelian oleh dewan juri dari ITB, IPB, UI, dan ITS cukup unik dan memiliki nilai sehingga dinobatkan sebagai penelitian terbaik ketiga.
Atas prestasi itu, April ingin lebih mendalami bidang ilmu pengetahuan terapan, seperti biologi dan fisika. Meskipun banyak tawaran dari sejumlah perguruan tinggi kenamaan di Indonesia, namun putri pasangan Muhammad Zaelani dan Sudarni ini memiliki obsesi kuliah di luar negeri. ”Saya ingin menjadi dosen.”