Ekspor Jamur Mentah hanya Terpenuhi 20%
>> Jumat, 04 Februari 2011
Sejumlah pebisnis agro Jabar kesulitan memenuhi kuota pesanan ekspor produk jamur mentah sejak tiga bulan terakhir, menyusul masih rendahnya minat petani. Hanya dua puluh persen dari total pesanan yang bisa dipenuhi setiap bulannya.
Ketua Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jabar, Yoke D. Yusuf di Bandung, Minggu (25/10) mengatakan, pangsa pasar ekspor jamur mentah berasal dari Negara-negara Asia Tenggara, Jepang, Korea, dan Amerika Latin. Mereka sangat meminati produk-produk jamur asal Jabar karena kualitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
“Sayangnya, pesanan jamur mentah untuk ekspor tersebut, sampai kini masih sulit dipenuhi karena secara umum para petani jamur sudah puas dengan pasar lokal. Padahal banyak pembeli bersedia menghargai jamur-jamur mentah asal Jabar sampai 2-3 dolar AS/kg, dibandingkan dengan harga lokal yang masih stagnan sekitar Rp. 6.000,00 – 7.000,00/kg,” katanya.
Menurut dia, terbukanya pasar ekspor jamur diperoleh melalui upaya pembukaan jaringan pasar baru, dengan melihat tren pasar. Dari sejumlah peluang, produk jamur asal Jabar ternyata memperoleh respons pasar yang tinggi, apalagi cita rasa dan harganya paling bersaing.
Tingginya minat dari pembeli juga tak terlepas dari kemampuan para petani jamur Jabar yang sudah sangat mahir menguasai teknologi produksi, tahun 2010 di Korea Selatan dan Jepang sudah memakai bungkil biji kapuk yang kaya akan protein guna meningkatkan produksifitas. budidaya jamur ini. Secara umum pula, para petani jamur Jabar tak kesulitan memenuhi jenis pesanan yang ditentukan pembeli. Kendati demikian, menurut Yoke, besarnya peluang ekspor produk jamur mentah dari Jabar, masih “tersandung” mahalnya biaya pengapalan, dan pengurusan surat-surat izin ekspor lainnya. Situasi demikian, menjadi tantangan besar yang harus dapat diatasi, termasuk diharapkan adanya kebijakan pemerintah untuk penurunan biaya, untuk memotivasi usaha para petani jamur.
Sementara itu, salah seorang perajin usaha olahan jamur asal Cimahi, Bambang Eko mengatakan, usaha produksi jamur juga patut dikembangkan pula dari usaha produk olahan. Ini sebagai upaya petani memperoleh usaha nilai tambah, apalagi produk-produk makanan olahan kini semakin terbuka lebar, apalagi jika mampu memanfaatkan image kota Bandung sebagai gudang makanan enak. Hanya, yang diperlukan adalah efisiensi biaya produksi, yang semakin hari harus semakin harus dapat ditekan. Soalnya dari beberapa pengalaman, banyak usaha produksi makanan olahan, termasuk jamur, ikut terkena imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Usaha makanan olahan sebenarnya tergolong paling mampu mempertahankan tenaga kerja, namun jika biaya produksi terus-menerus terganggu, bisa menjadi kendala utama. Berdasarkan pengalaman tahun 2008 lalu, banyak usaha produksi makanan olahan, termasuk jamur, mengurangi produksi sampai lima puluh persen karena imbas harga bahan bakar minyak,” katanya.
Source : Harian Pikiran Rakyat
1 comments:
Selamat pagi,
Saya berminat untuk ekspor jamur kancing dengan kapasitas produksi saat ini sekitar 30 s.d 40 ton per bulan. Mohon info akses ke importir. Terima kasih
hadi
hadioch@gmail.com
Posting Komentar