KAMI SUKA MEMBINA KERJASAMA | KAMI MENJAGA KUALITAS PRODUK | KEPUASAN ANDA ADALAH PRIORITAS KAMI | HOTLINE CALL: (+62) 08562700040



Sifat - Sifat Kimia Serat Kapuk

>> Senin, 12 Juli 2010

Keyword : Lignifikasi, Ekstraksi, Selulosa

Biodiesel merupakan suatu bahan bakar yang memiliki masa depan cerah, di dunia dan khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan, tingkat produksi/kebutuhan Minyak Bumi Indonesia sebesar 500 juta barel pertahun dan cadangan minyak bumi terbukti sebesar 9 miliar barel. Dengan kondisi seperti ini, maka cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 18 tahun mendatang (Bappenas, (2006)).

Apabila biji kapuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel, maka bagian lain dari tanaman kapuk juga harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Pada penelitian ini akan diteliti komponen-komponen penyusun dari serat kapuk sehingga dapat diolah lebih lanjut dan dapat dijual dengan harga lebih tinggi yang implikasinya dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan pemasukan negara.

Penelitian tentang pemisahan komponen–komponen penyusun serat kapuk telah banyak dilakukan. Pada penelitian ini akan dilakukan pemisahan komponen-komponen penyusun serat kapuk dengan metoda yang diusulkan oleh Cao dkk (1996) pada tongkol jagung. Pretreatmen dilakukan dengan perendaman serat kapuk dalam NH4OH 2,9 M (5%), dapat memisahkan 77-100% lignin dan fasa ekstraktif dari serat kapuk. Proses ini dapat disebut lignifikasi. Kemudian dilakukan ekstraksi hemiselulosa dengan larutan HCl 0,3M. Ekstraksi ini dapat menghilangkan hingga 100% hemiselulosa dalam serat kapuk sehingga yang tersisa hanya selulosa.

Deskripsi Alternatif :

Biodiesel is a fuel that has a bright future in the world especially in Indonesia. Because the production and consumption rate of crude oil in Indonesia is 500 billion barrels per year thus crude oil reserve is 9 billion barrels. With this condition, Indonesian Crude oil reservoir will be empty in the next 18 years (Bappenas, (2006)).


If the kapok seeds will be used as a biodiesel material then the other pasrt of kapok has to be usaed optimally. In this project the components of kapok fiber will be reseached so that it can be processed further on and can be sold with a higher price.


Researches in separation of the components of kapok fiber have been. In this research, methode proposed by Cao (1996) in corn cob will be used as primarry methode. Pretreatement process involves the steeping of kapok fiber in 2.9 M NH4OH. This resulted in removing 77-100% of the lignin along with almost all the acetate from cellulosic residue. This process is called lignification. Then the kapok fiber is extracted with HCl 0,3M. This process can removes up to 100% of hemicellulose in the kapok fiber then only cellulose left as residues.

Read more...

Hasil Tes Kualitas Kapuk

The Result of Requested Analysis or Testing :

Characteristics Test Results

Colour : Sufficiently white
Wholeness of fibre : Sufficiently whole
Type of fibre : Kapuk fibre
Foreign Matter (weight/weight) : 0.79
Odour : Odourless
Moisture content (volume / weight) : 9.26



Issued on October 13, 2008

Read more...

Kapuk

Kapuk (Ceiba pertandra gaertn dari famili Bombacaceae) atau randu (Sunda/Jawa) dan kapo (Madura) umumnya tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (dpl). Jenis pohon ini mulai berbunga dan berbuah pada usia 5-6 tahun dengan masa panen dilakukan setelah biji-biji kapuk berwarna kuning kelabu. Tanaman perkebunan ini berbeda dengan kapas yang dihasilkan dari tanaman kapas yang digunakan untuk bahan baku tekstil atau pakaian lainnya. Secara tradisional, kapuk digunakan sebagai bahan pembuat atau pengisi kasur dan saat ini dikembangkan aneka jenis keperluan lainnya.

Usaha budi daya kapuk sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam, namun harus diakui belum berkembang baik. Masih ada sejumlah hambatan yang sebenarnya juga merupakan persoalan klasik selama dalam budi daya. Lihat saja di sejumlah daerah di Indonesia, pohon kapuk tumbuh seadanya di sekitar pekarangan rumah. Jangankan melihat sebuah perkebunan kapuk, budi daya kapuk secara teratur dan baik pun sulit ditemukan.

Dari 147 jenis kapuk yang dapat tumbuh di berbagai negara, terdapat dua jenis yang dapat menghasilkan produk yang cukup baik yakni indica dan caribbaca. Indica memiliki batang pendek dan berdaun jarang serta dapat menghasilkan sekitar 600 gelondongan (sekitar 20 kg serat/pohon/tahun), sedangkan jenis caribbaca memiliki batang yang lebih tinggi, besar, berdaun lebat dan menghasilkan sekitar 2000 gelondongan (sekitar 80 kg serat/pohon/tahun).

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Indonesia pernah menjadi penghasil kapuk terbesar (sekitar 80 persen) sebelum perang dunia I. Sekitar 60 persen dari jumlah produksi saat itu, berasal dari Pulau Jawa, atau yang dikenal kapuk randu alias \"java kapuk\".

Sejumlah data menyebutkan tahun 1936-1937 ekspor kapuk Indonesia mencapai 28,4 juta kg/tahun. Seiring dengan minimnya peningkatan nilai tambah kapuk menyebabkan budi daya pun terus menurun. Tak ada dukungan sarana dan teknologi memadai serta minimnya permodalan semakin memerosotkan kapuk. Akibatnya kualitas dan produksi kapuk pun anjlok. Pada awal 1990-an, data yang ada menyebutkan luas areal tanaman kapuk sekitar 600 ribu ha, jumlah ini pun terus menurun.

Salah satu langkah untuk mengangkat lagi kapuk tersebut tentu dengan menawarkan manfaat produk olahan atau nilai tambah yang menguntungkan. Setidaknya melalui upaya memproduksi kapuk halus, kapuk bersih, kapuk daur ulang dan sejumlah jenis lainnya, diharapkan mendorong peningkatan budi daya tersebut. Manfaat kapuk juga tidak lagi sebatas bahan pembuat kasur dan bantal, tetapi juga pakaian pilot pesawat terbang terutama alat penyelamatan diri guna menghindari kecelakaan pesawat terbang.

Biji kapuk dapat diolah menjadi sejenis minyak goreng nonkolesterol dan minyak campuran sebagai bahan baku pembuatan sabun. Bahkan juga digunakan sebagai bahan bakar pada lampu pelita. Bungkil kapuk dapat digunakan sebagai bahan pembuat pupuk, dan dari biji juga dapat diolah untuk bahan campuran pakan ternak lainnya.

Potensi pengembangan produk olahan di dalam negeri masih cukup besar, sekalipun secara ekonomis perlu ditelaah lebih jauh. Hal itu penting karena pemanfaatan kapuk tidak saja di Indonesia tetapi menyebar menjadi kebutuhan masyarakat dunia.

Walaupun banyak produk sintetis, animo masyarakat terhadap kapuk masih cukup besar. Di antaranya dapat dilihat dari ekspor kapuk Indonesia ke negara-negara Asia, Timur Tengah dan Eropa/Amerika Serikat (AS).

Sayangnya, karena produksi yang masih kecil menyebabkan ekspor kapuk Indonesia juga sangat terbatas dengan nilai-rata-rata sekitar US$ 1 juta per tahun. Selama tahun 2002 menembus angka US$ 1,3 juta.

Adapun beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor kapuk pada tahun 2003 adalah Singapura (US$ 237.851), Jepang (US$ 194.253), Belanda (US$ 142.930), Cina (US$ 141.964) dan Amerika Serikat (US$ 119.615). Sedangkan penurunan pasar juga terjadi untuk pasar di Taiwan, Thailand, Hong Kong, Inggris dan Prancis.

Dari segi nilai, ekspor kapuk masih jauh dibandingkan komoditas lain seperti jambu mete (US$ 31,2 juta, 2002), jahe segar (US$ 3,6 juta), pinang dikupas (US$ 6,6 juta) dan agar-agar (US$ 7,1 juta) serta tanaman perkebunan lainnya. Andaikata mulai dari teknik budi daya, pemeliharaan, dukungan sarana, teknologi pengolahan dan permodalan serta akses pasar yang kuat dapat dibangun dengan baik, maka akan menambah gairah untuk membudidayakannya. Lagi-lagi, jika tidak dilakukan pengembangan budi daya secepatnya maka java kapuk terancam punah dan tinggal kenangan semata.

Sumber: www.situshijau.co.id

Read more...
Powered By Blogger
JANGAN SALAH MEMILIH DALAM BERBISNIS | ANDA LAYAK MENDAPATKAN PRODUK TERBAIK | HUBUNGI : ARIF MULYADI (+62) 08562700040